Effect of Biological Fertilizer Against Rice Growth and
Yield with SRI Methods In Soil Alluvial
Yeremia Didit N1) Setia Budi2) H. Kiswan Muhammad2)
Mahasiswa1) dan Staf Pengajar Fakultas Pertanian2)
Universitas Tanjungpura
ABSTRACT
This study aims to determine the effect on growth of Biological Fertilizer And The Rice Field With SRI Method (System of Rice Intensification). This research was conducted at the experimental field studies at the Faculty of Agriculture, University of Tanjungpura for four months from seeding to harvest.The method used in this study is factorial experiment with completely randomized design pattern (CRD), consisting of 6 treatments with 4 replications and each replication consisted of three plant samples. The study treatments were each dose of fertilizer Biological namely: Without fertilizer Biological (hO), 50 kg / ha of fertilizer Biological (h1), 100 kg / ha fertilizer Biological (h2), 150 kg / ha fertilizer Biological (h3), 200 kg / ha fertilizer Biological (h4), and 250 kg / ha fertilizer Biological (h5). This observation is variable plant height, maximum number of tillers, number of productive tillers, filled grain percentage, number of grain per panicle per hill, weight of 1000 grains, grain weight per hill and environmental monitoring.The results showed, the hypothesis of biological fertilizer treatment on the treated h0, h1, h2, h3, h4 and h5 significant effect on all parameters of rice plants were observed, but the results showed that treatment of h0 no real influence on rice yield due to the availability of nutrients is very less so in the grain filling process can not be met.
Keywords: Fertilizer and Soil Conservation Alluvial, , Rice, SRI method
Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Dengan Metode SRI Pada Tanah Alluvial
Yeremia Didit N1) Setia Budi2) H. Kiswan Muhammad2)
Mahasiswa1) dan Staf Pengajar Fakultas Pertanian2)
Universitas Tanjungpura
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Padi Sawah Dengan Metode SRI (System of Rice Intensification). Penelitian ini dilaksanakan di rumah penelitian pada lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura selama empat bulan mulai dari penyemaian hingga panen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan Faktorial dengan Pola Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 6 perlakuan dengan 4 kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari tiga sampel tanaman. Adapun perlakuan penelitian adalah dosis masing-masing pupuk Hayati yaitu : Tanpa pupuk Hayati (hO), 50 kg/ha pupuk Hayati (h1), 100 kg/ha pupuk Hayati (h2), 150 kg/ha pupuk Hayati (h3), 200 kg/ha pupuk Hayati (h4), dan 250 kg/ha pupuk Hayati (h5). Variabel pengamatan ini adalah tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, persentase gabah isi, jumlah gabah per malai per rumpun, bobot 1000 bulir, berat gabah per rumpun dan pengamatan lingkungan. Hasil penelitian menunjukan, hipotesis perlakuan pupuk hayati pada perlakuan h0,h1,h2,h3,h4 dan h5 berpengaruh nyata terhadap semua parameter tanaman padi yang diamati, tetapi pada hasil perlakuan h0 menunjukan bahwa tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hasil padi karena ketersediaan unsur hara sangat kurang sehingga pada proses pengisian gabah tidak dapat terpenuhi.
Kata kunci : Metode SRI, Padi, Pupuk Hayati dan Tanah Alluvial
PENDAHULUAN
Padi (oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang menghasilkan beras sebagai sumber makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan akan beras sebagai bahan makanan pokok terus maningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu, produksi pertanian khususnya padi sebagai sumber makanan pokok harus ditingkatkan agar kebutuhan pangan setiap orang dapat terpenuhi.
Data Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat (2010), produksi padi Kalimantan Barat tahun 2009 sebesar 1.300.798 ton dari lahan panen seluas 418.929 ha, sehingga rata-rata produksi per hektar adalah 3.1 ton. Jika dilihat dari rata-rata produksi Kalimantan Barat tersebut tergolong masih rendah bila dibandingkan produksi nasional dengan rata-rata 5.3 ton/ha.
|
Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan. Salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan yang sudah kita dengar adalah pertanian organik dengan metode SRI. System of rice intensification (SRI) merupakan aplikasi pertanian padi sawah , dengan menerapkan intensifikasi yang efektif, efesien, alamiah, dan ramah lingkungan. Pada SRI pemakaian pupuk anorganik dan pestisida hampir tidak digunakan.
Budidaya metode SRI sendiri merupakan upaya meningkatkan produktifitas padi dengan cara meminimalisasi penggunaan air dan pupuk kimia. System of Rice Intensification (SRI) adalah teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktivitas padi sebesar 50% bahkan dibeberapa tempat mencapai lebih dari 100% (Mutakin, 2007).
Pencapaian produktivitas padi yang tinggi harus terus ditingkatkan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Menurut Irianto (2010), lahan Indonesia sudah sakit, maka perlu adanya pupuk yang dapat menyuburkan tanah kembali. Pupuk hayati adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Pupuk hayati dapat berisi bakteri yang berguna untuk memacu pertumbuhan tanaman, sehingga hasil produksi tanaman tetap tinggi dan berkelanjutan. Menurut Permentan (2009), pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah.
Upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi pemberian pupuk antara lain melalui dosis pemberian pupuk, saat pemberian pupuk, cara pemberian dan bentuk pupuk yang digunakan secara tepat (Landon, 1984). Pemberian pupuk an-organik melalui tanah apabila kurang tepat waktu dan dosisnya dapat menurunkan efisiensi pemupukan serta mengganggu keseimbangan hara dalam tanah. Dari sejumlah pupuk N an-organik yang diberikan hanya sebagian saja yang dimanfaatkan oleh tanaman yaitu sekitar 30%-40% dari pupuk N an-organik yang diberikan ke dalam tanah dapat dimanfaatkan tanaman padi (De Datta, 1981; De Datta, 1987). Selanjutnya Mitsui (1954, Cit Grist, 1978) menambahkan bahwa bahwa sekitar 25%-50% pupuk N yang diberikan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman padi. Kehilangan N an-organik terutama disebabkan oleh denitrifikasi, volatilisasi, pelindian dan terbawa oleh aliran permukaan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura dengan ketinggian tempat 1 m dpl, Penelitian direncanakan berlangsung selama empat bulan. Bahan-bahan penelitian : Tanah alluvial, Pot plastic, Benih Padi, Pupuk Hayati, dan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, cangkul, sekop, timbangan, parang, meteran, perlengkapan dokumentasi alat, tulis dan lain-lain.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen lapangan dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 1 faktor, 6 perlakuan dengan 4 ulangan dan masing-masing unit perlakuan terdiri dari 3 sampel tanaman, yaitu : h0 = Tanpa menggunakan pupuk hayati, h1 = 0,25 g Tanotec/pot setara dengan 50 kg/ha, h2 = 0,50 g tanotec/pot setara dengan 100 kg/ha, h3 = 0,75 g tanotec/pot setara dengan 150 kg/ha, h4 = 1 g tanotec/pot setara dengan 200 kg/ha, h5 = 1,25 g tanotec/pot setara dengan 250 kg/ha.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari ; Rumah Penelitian, Persiapan media tanam, Penyemaian, Penanaman, Pengairan, Pemupukan, Penyiangan, Panen. Variabel pengamatan : Tinggi tanaman (cm), Jumlah anakan maksimum (batang), Jumlah anakan produktif (batang), Jumlah gabah per rumpun (biji), Persentase gabah isi per malai (%), Bobot gabah 1000 biji (gr), Berat gabah per rumpun (gr), dan Pengamatan lingkungan yang terdiri : Suhu (oC), Kelembaban ( %), dan Curah Hujan (mm). analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu RAL (Rancangan Acak Lengkap). Jika hasil sidik ragam yang menyatakan berpengaruh nyata atau sangat nyata analisisnya dilanjutkandengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan terhadap berbagai variabel pertumbuhan dan hasil tanaman
padi merupakan rerata pengamatan yang diambil dan seluruh tanaman pada setiap perlakuan.
Tabel 1. Rangkuman Uji BNJ Terhadap Rerata tinggi tanaman ( cm )
Perlakuan |
Variabel Tinggi Tanaman Umur (…. Hari Setelah Tanam) |
||||
14 |
28 |
42 |
56 |
70 |
|
h0 |
31,66 a |
54,24 b |
70 a |
75 a |
86,48 a |
h1 |
39,33 b |
66,66 b |
79,08 b |
95,49 b |
102,24 b |
h2 |
40,33 b |
63,91 b |
77,83 b |
94,24 b |
105,99 bc |
h3 |
41,74 b |
66,83 b |
80,08 b |
97,24 b |
111,49 c |
h4 |
42,16 b |
65,58 |
76,59 b |
95,91 b |
108,83 c |
h5 |
40,83 b |
63,83 b |
79,08 b |
94,75 b |
111,58 c |
BNJ 5% |
3,00 % |
6,28 % |
4,71 % |
4,75 % |
6,37 % |
Tabel 2. Rangkuman Uji BNJ Rerata Hasil Pengamatan Variabel Jumlah Anakan Maksimum, Anakan Produktif, Persentase Gabah Isi, Jumlah Gabah Per Rumpun, Bobot 1000 Bulir dan Berat Gabah Per Rumpun
Perlakuan |
Jumlah anakan maksimum (batang) |
Anakan produktif (batang) |
Jumlah gabah per rumpun (bulir) |
Persentase gabah isi (%) |
Bobot 1000 bulir (gram)
|
Berat gabah per rumpun (gram) |
h0 |
32,99 a |
14,75 a |
1430,75 a |
0 a |
3,23 a |
4,99 a |
h1 |
31,66 a |
17,58 ab |
1811,08 b |
89,83 b |
17,27 b |
16, b 37 |
h2 |
43,58 b |
21,49 b |
2214,49 b |
92,09 b |
17,98 b |
22,15 b |
h3 |
46,66 b |
29,92 c |
3679,75 b |
94,70 b |
17,95 b |
28,11 b |
h4 |
50,74 b |
36,33 d |
4759,66 b |
96,65 c |
19,09 b |
40,01 b |
h5 |
50,66 b |
39,65 d |
5156,66 b |
96,13 c |
23,25 b |
43,34 b |
BNJ 5 % |
7,99 % |
5,93 % |
348,83% |
1,35 % |
2,02 % |
8,58 % |
Sumber : Hasil analisis data
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNJ pada taraf 0,05
1. Tinggi tanaman (cm)
Pemberian pupuk hayati menunjukan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 14 hari, 28 hari, 42 hari, 56 hari, dan 70 hari.hal ini diduga karena pupuk hayati telah tersedia dan dapat diserap oleh tanaman,ini juga karena pada media telah diberikan pupuk dasar. Pupuk dasar mengalami dekomposisi dengan cepat selain karena pupuk dasar yang digunakan telah matang. Tjahjadi ( 1989), mengatakan bahwa pupuk organik relatif lebih cepat larut didalam tanah.
Selanjutnya untuk melihat perlakuan yang mana yang menunjukan perbedaan dalam hal pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 14 hari, 28 hari, 42 hari, 56 hari, dan 70 hari,akibat perlakuan pupuk hayati. Maka dilakukan uji beda nyata jujur ( BNJ ). Hasil uji BNJ terhadap rerata tinggi tanaman tertera pada tabel 3 berikut ini;
Uji BNJ pengaruh pupuk hayati terhadap rerata tinggi tanaman ( cm ) umur 14 hari, 28 hari, 42 hari, 56 hari, dan 70 hari setelah tanam dapat dilihat pada tabel 4.
Hasil Uji BNJ rerata tinggi tanaman umur 14 hari terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4, dan h5. Pada taraf h1, h2, h3, h4, dan h5 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0.
Hasil Uji BNJ rerata tinggi tanaman umur 28 hari terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4, dan h5. Pada taraf h1, h2, h3, h4, dan h5 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0.
Hasil Uji BNJ rerata tinggi tanaman umur 42 hari terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4, dan h5. Pada taraf h1, h2, h3, h4, dan h5 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0.
Hasil Uji BNJ rerata tinggi tanaman umur 56 hari terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4, dan h5. Pada taraf h1, h2, h3, h4, dan h5 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0.
Hasil Uji BNJ rerata tinggi tanaman umur 70 hari terlihat bahwa perlakuan pupuk hayati pada taraf h1,h2, h3, h4, dan h5 berbeda nyata terhadap taraf h0. Pada taraf h2 berbeda tidak nyata terhadap taraf h1. Pada taraf h3,h4, dan h5 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan H1.
Perlakuan H0 memberikan rata-rata tinggi tanaman terendah pada umur tanaman 14 hari,28 hari, 42 hari, 56 hari, dan 70 hari, hal ini diduga karena perlakuan H0 tidak diberikan pupuk hayati dan hanya diberikan pupuk dasar saja.pupuk dasar yang diberikan belum mampu memperbaiki sifat fisik,kimia dan biologi tanah sehingga penyerapan unsur hara menjadi terganggu sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.hal ini didukung oleh Sarief (1986), yang mengatakan bahwa kesuburan fisik dan kimia tanah merupakan faktor utama bagi tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Perlakuan h1, h2, h3, h4, dan h5 memberikan rerata tinggi tanaman yang tertinggi.hal ini membuktikan bahwa kebutuhan tanaman akan unsur hara sudah terpenuhi dengan baik dan sudah dapat memperbaiki sifat kimia tanah dimana unsur hara esensial yang sangat diperlukan tanaman dapat tersedia.hal ini disebabkan adanya perbaikan sifat fisik tanah oleh bahan organik sehingga dapat memperbaiki struktur tanah, selain itu bahan organik memiliki kemampuan mengikat air cukup tinggi sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik karena kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia.
Hal diatas sejalan dengan pendapat Departemen Pertanian (1984), yang mengatakan bahwa semakin tinggi nitrogen yang diberikan maka semakin cepat karbohidrat yang akan diubah menjadi protein dan protoplasma,sedangkan protoplasma diperlukan untuk pembentukan sel-sel vegetatif tanaman.
2. Jumlah Anakan Maksimum (batang)
Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa pemberian pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan maksimum per rumpun. Tanaman padi pada fase vegetatif sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang besar,hal ini sesuai dengan pendapat Siregar ( 1980), bahwa nitrogen merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman terutama dalam pembentukan anakan. Selanjutnya menurut Siregar (1980 ),bahwa pospor berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan pembentukan anakan atau tunas pada tanaman serealia.unsur nitrogen dan pospor yang banyak diperlukan tanaman pada fase vegetatif cukup banyak terkandung dalam pupuk hayati.
Hal ini memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah nitrogen dan pospor dari pupuk hayati berkorelasi positif terhadap peningkatan jumlah anakan. Unsur N dan P yang terserap dari pupuk hayati akan berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. hal ini sejalan dengan pendapat Sanchez ( 1993),yang mengatakan bahwa pembentukan anakan pada tanaman padi sangat erat hubungannya dengan keadaan nitrogen di dalam tanaman. Agustina (1990), menerangkan bahwa sekitar 40-45 % protoplasma tersusun dari senyawa yang mengandung nitrogen.
Kenyataan yang di dapat dari hasil uji BNJ diatas menunjukan bahwa semakin tinggi dosis pupuk hayati yang diberikan, maka semakin banyak pula terbentuknya anakan.hal ini dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan pemberian pupuk hayati sebagai pensuplay hara N, P, dan K pada tanaman padi dapat menguatkan serapan hara yang ditujukan kedalam pembentukan jerami.
3. Jumlah Anakan Produktif (malai)
Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif per rumpun. hal ini sesuai dengan fungsi unsur hara yang terkandung dalam pupuk hayati terhadap proses pertumbuhan generatif,yaitu dalam proses pembentukan primordia bunga dan buah. (Baharsyah,1983).
Berdasarkan hasil Uji BNJ bahwa perlakuan pupuk hayati pada taraf h0 tidak berbeda nyata dengan taraf h1,tetapi berbeda nyata dengan taraf h2, h3, h4, dan h5. Pada taraf h1 tidak berbeda nyata dengan taraf h0,dan h2 tetapi berbeda nyata dengan taraf h3, h4, dan h5. Pada taraf h2 tidak berbeda nyata dengan taraf h1,tetapi berbeda nyata dengan taraf h0, h3, h4,dan h5. Pada taraf h3 berbeda nyata terhadap taraf h0, h1, h2, h4 dan h5. Pada taraf h4 dan h5 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0, h1, h2, dan h3.
Pospor yang disumbangkan oleh pupuk hayati sangat berperan dalam pertumbuhan fase generatif tanaman padi, selain hara nitrogen dan kalium. Pendapat diatas dijelaskan oleh Hardjowigeno (1987), yang mengatakan bahwa perlu diperhatikan ketersediaan unsur N dan P agar unsur yang diserap tanaman terdapat dalam keadaan seimbang. hal ini diketahui bahwa fungsi dari nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan vegetatif, sedangkan fungsi pospor adalah untuk memacu pertumbuhan generatif. Perlakuan h0 yang tidak menunjukan hasil beda nyata diduga karena pada taraf h0 perbaikan sifat fisik,kimia,dan biologi tanah yang terjadi belum mampu menunjang baik bagi pertumbuhan maupun produksi tanaman.
Banyaknya jumlah anakan produktif pada perlakuan pupuk hayati pada taraf h5 tersebut diduga karena pada taraf h5 kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat terpenuhi dengan baik. proses dekomposisi pupuk hayati selain dapat memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan perkembangan akar serta meningkatkan serapan unsur hara, juga dapat menyediakan unsur hara tanaman dan menekan fiksasi P oleh Al sehingga ketersediaan unsur P bagi tanaman dapat terpenuhi. Selanjutnya menurut Hakim ,Dkk, ( 1986),bahwa peningkatan bahan organik akan mampu meningkatkan kapasitas menahan air,merangsang granulasi dan memantapkannya,sehingga tercipta keadaan lingkungan tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman.
4. Jumlah Gabah Per rumpun (Bulir)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah gabah per rumpun.
Hasil uji BNJ memperlihatkan bahwa perlakuan h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4 dan h5. Pada taraf h1, h2, h3, h4, dan h5 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan taraf h0.
Hal ini memperlihatkan bahwa semakin banyak pupuk hayati yang diberikan semakin meningkatkan jumlah gabah yang terbentuk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyak jumlah pupuk yang diberikan maka akan semakin meningkatkan kandungan dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. dengan demikian fotosintesa berjalan lebih baik dan dihasilkan fotosintat yang lebih banyak yang digunakan untuk pembentukan bulir padi. Peningkatan produksi tanaman berbanding lurus dengan hasil fotosintesa (Jumin, 1987).
Menurut Bangun (1986) jumlah gabah yang terbentuk pada setiap malai ditentukan pada fase reproduktif. Tersedianya nutrisi yang memadai selama fase reproduktif mempengaruhi laju fotosintesis tanaman dan menentukan jumlah bulir yang terbentuk pada setiap malai. Dengan ketersediaan nutrisi yang cukup pada tanaman memacu pertumbuhan akar dan pembentukkan sistem perakaran tanaman yang baik sehingga tanaman dapat mengambil unsur hara lebih banyak. Tersedianya unsur hara yang cukup akan memacu pembentukan bunga dan memperbesar persentase bunga jadi (Lakitan, 1993).
Rendahnya ketersediaan hara menyebabkan terhambatnya beberapa proses metabolisme tanaman yang berdampak pada penurunan hasil tanaman. Kekurangan phosphor dapat mengakibatkan perkembangan akar terhambat, terhambatnya pembentukkan bunga, dan penurunan jumlah biji (hakim, 1986).
5. Persentase Gabah Isi Per Malai (%)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase gabah isi per malai.
Berdasarkan uji BNJ pemberian pupuk hayati terhadap persentase gabah isi menunjukan bahwa perlakuan pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4 dan h5. Pada taraf h1, h2 dan h3 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0, h4 dan h5. Pada taraf h4 dan h5 tidak berbeda nyata,tetapi berbeda nyata terhadap taraf h0, h1, h2, dan h3.
Ketersediaan unsur Ca dan Mg sangat berpengaruh terhadap pengisian gabah melalui fungsinya pada proses fotosintesis. Menurut Nyakpa ,dkk,(1988), bahwa unsur Mg merupakan bahan penyusun klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis dan unsure Ca dapat berperan mengaktifkan koenzim dan berpengaruh pada translokasi tepung dalam tanaman padi. Disamping itu unsur yang bertindak sebagai pembawa unsur P terutama dalam biji dan membantu dalam pembentukan berbagai senyawa didalam tanaman seperti gula,protein,minyak dan lemak serta berperan pada translokasi karbohidrat (Nyakpa,dkk.1988).
Menurut Rinsema (1983) dalam Sarkawi (1995) unsur P mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan produksi gabah, bila jumlah kelarutan P kecil, akibatnya tanaman tidak mampu berproduksi dengan baik.
6. Bobot 1000 Bulir (gram)
Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap hasil bobot 1000 bulir gabah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tanaman padi masih mendapat suplai fospor yang baik dari pupuk hayati sampai dengan masa panen. Buckman dan Brady (1982), mengatakan bahwa salah satu mampaat dari pupuk organic adalah kandungan unsur haranya yang berangsur bebas sehingga mempunyai efek residu yang cukup lama dan tersedia bagi tanaman. Siregar (1986),berpendapat bahwa tanaman yang memperoleh suplai unsur P yang cukup dapat membentuk jat putih telur (protein) dalam beras,sehingga dengan demikian beras yang berasal dari pertanaman yang di beri pupuk P nilai gizi nya lebih tinggi dari pada nilai gizi beras yang berasal dari tanaman yang kurang hara ini.
Berdasrkan hasil uji BNJ diatas menunjukan bahwa perlakuan pupuk Hayati pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1,h2,h3,h4 dan h5.Pada taraf h1,h2,h3,h4,dan h5 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan taraf h0.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa tanaman padi masih mendapat suplai fospor yang baik dari pupuk hayati sampai dengan masa panen. Buckman dan Brady (1982), mengatakan bahwa salah satu mampaat dari pupuk organic adalah kandungan unsur haranya yang berangsur bebas sehingga mempunyai efek residu yang cukup lama dan tersedia bagi tanaman. Siregar (1986),berpendapat bahwa tanaman yang memperoleh suplai unsur P yang cukup dapat membentuk jat putih telur (protein) dalam beras,sehingga dengan demikian beras yang berasal dari pertanaman yang di beri pupuk P nilai gizi nya lebih tinggi dari pada nilai gizi beras yang berasal dari tanaman yang kurang hara ini.
Tingginya bobot 1000 bulir gabah kering pada taraf H5 diduga karena pada taraf H5 kebutuhan tanaman akan unsur nitrogen,pospor dan kalium dari pupuk hayati dapat dipenuhi secara optimal dan berimbang sampai saat panen.hal tersebut didukung oleh pendapat Bucman dan Brady (1982),yang menjelaskan bahwa pemupukan yang ideal ialah unsur yang ditambahkan melengkapi unsur yang tersedia dalam tanah,sehingga jumlah nitrogen,pospor,dan kalium yang tersedia bagi tanaman menjadi tepat. Singkatnya,keseimbangan kesuburansecara keseluruhan harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman yang wajar. Selanjutnya unsur hara yang diberikan tersebut akan berperan terhadap pengisian gabah antara lain melalui melalui proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat dan disalurkan untuk pembentukan gabah isi ( Siregar 1980), Agustina (1990),menambahkan unsur Pyang cukup akan meningkatkan efesiensi fungsi dari penggunaan nitrogen.
Proses fotosintesis yang berjalan dengan baik sebagai akibat adanya pospor juga akan meningkatkan hasil fotosintesa yang ditransfer kedalam biji.bobot gabah padi sangat berhubungan erat dengan proses fotosintesis yang terjadi pada daun.nitrogen merupakan integral dari klorofil yang sangat berperan dalam peristiwa fotosintesis,sebagian besar hasil fotosintesis tersebut tersimpan dalam biji (gabah).
Sementara menurut Supariyono dan Setyono (1993), salah satu peranan kalium adalah untuk pembentukan pati,dimana pati katalase merupakan satu-satunya enzim yang berfungsi menggabungkan gula menjadi rangkaian panjang yang disebut pati.perubahan gula terlarut menjadi pati merupakan tahapan utama periode pengisian gabah.sebab itu jika unsur kalium tidak memenuhi kebutuhan tanaman,bobot gabah akan berkurang.
7. Berat Gabah Per Rumpun (gram)
Dari analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Hayati berpengaruh sangat nyata terhadap berat gabah per rumpun. Meningkatnya berat gabah per rumpun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus antara lain ; jumlah anakan produktif per rumpun, persentase gabah isi dan bobot seribu bulir gabah gabah per rumpun. Meningkatnya faktor-faktor tersebut didukung oleh ketersediaan unsur-unsur hara yang diperlukan dalam setiap proses pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah yang memadai. Menurut Soetedjo dan Kartasapoetra (1988) menjelaskan bahwa Organik mempunyai pengaruh positif terhadap sifat fisik, dan kimia serta mendorong kehidupan jasad renik tanah.
Berdasrkan hasil uji BNJ diatas menunjukan bahwa perlakuan pupuk Hayati pada taraf h0 berbeda nyata terhadap taraf h1, h2, h3, h4 dan h5.Pada taraf h1, h2, h3, h4, dan h5 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan taraf h0.
Meningkatnya berat gabah per rumpun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus antara lain ; jumlah anakan produktif per rumpun, persentase gabah isi dan bobot seribu bulir gabah gabah per rumpun. Meningkatnya faktor-faktor tersebut didukung oleh ketersediaan unsur-unsur hara yang diperlukan dalam setiap proses pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah yang memadai.Di duga pada taraf H5 menciptakan keadaan fisik,kimia,dan biologi tanah yang baik dan menyediakan nutrisi yang optimum untuk proses potosintesis dan untuk proses fisiologis lainnya yang sangat menentukan dalam meningkatkan jumlah gabah. Sarief (1986), menjelaskan bahwa bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah,meningkatkan kemampuan tanah menyerap air, sumber unsur mikro serta mampu mengubah kelarutan P tanah, jadi bila pupuk hayati yang diberikan dalam jumlah yang tidak memadai maka kemampuan bahan organik untuk menekan fiksasi P oleh Al, Fe, dan Mn juga rendah, akibatnya unsur P menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Menurut Rinsema (1986) dalam Sarkawi ( 1995), P mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan produksi gabah ( bulir ), bila jumlah kelarutan P kecil akibatnya tanaman tidak mampu berproduksi dengan baik.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah dengan metode SRI pada tanah Alluvial dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap sidik ragam tinggi tanaman,jumlah anakan maksimum, anakan produktif, persentase gabah isi, jumlah gabah permalai per rumpun, bobot gabah 1000 bulir, dan berat gabah per rumpun.
2. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah dengan perlakuan h5 memberikan pertumbuhan dan hasil yang paling baik dibandingkan pada perlakuan h0, h1, h2, h3, dan h4.
3. Hasil penelitian pemberian pupuk hayati pada taraf perlakuan h5 menunjukkan berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan dan hasil padi sawah dengan metode SRI.
B. Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan, karena belum ada anjuran yang tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal, karena dalam pertanian dengan metode SRI dianjurkan menggunakan pupuk organik. Disamping itu juga disarankan perlu adanya penggunaan pupuk anorganik serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dengan menggunakan bahan organik.
|
Agustina, 1990, Nutrisi Tanaman, Rineka Cipta, Jakarta.
Baharsyah, J.S, 1983, Legum Pangan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Buckman, H.O dan N.C. Brady, 1982, Ilmu Tanah, Bharata karya Aksara, Jakarta.
De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons.New York-Chicester-Brisbane-Toronto. 618p.
Departemen Pertanian Satuan Pengendalian Bimas, 1983, Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, dan Sayur-sayuran, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1987, Ilmu Tanah, Mediatama Prakasa, Jakarta.
Irfan, 1989, Bertanam Kacang Sayur, Penebar Swadaya, Jakarta.
Irianto, G. 2010. Pemupukan Berimbang Saja Tidak Cukup. Sinar Tani. 3345: 7.
Jumin, B. H., 1987. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta
Lakitan. B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mas’ud, P. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.
Mutakin, J. 2007, Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification), Garut.
Nyakpa, M. Yusuf, A. M. Lubis. M.A. Pulung, A. Munawar, Hakim, N, 1988, Kesuburan Tanah, Universitas Lampung, Lampung
Permentan. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. No 28/ Permentan/SR. 130/5/2009.
Rinsema W. T. 1986, Pupuk dan Cara Pemupukan, diterjemahkan H.M, Saleh, Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Rismunandar, 1986, Pengetahuan Dasar Tentang Perabukan, Sinar Baru, Bandung.
Sanchez, P.A. 1993, Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika, jilid 2, Terjemahan Amien Hamzah, Sinar Baru, Bandung
Sarief, S., 1989, Kesuburan dan Pemupukan, CV. Simplex, Jakarta.
Sato, S. dan N. Uphoff. 2006. Raising Factor Productivity in Irrigated Rice Production: Opportunities with The System of Rice Intensification. DISIMP
Siregar, H., 1990, Budidaya Tanaman Padi di Indonesia, sastra Hudaya, Bogor.
Suparyono dan A. Setyono., 1993, Padi, Penebar Swadaya, Jakarta.
-------------------------------., 1996, Padi, Penebar Swadaya, Jakarta.
Tjahjadi, N, 1989, Bertanam Melon, Armico, Yogyakarta.
Tohari, 1981, Bercocok Tanam Buah-Buahan, Pradaya Paramita, Jakarta
Tombe, M. 2008. Teknologi Aplikasi Mikroba Pada Tanaman. http://www.google/sekilas pupuk hayati.html. [28 Desember 2009].
Vessey, J. K. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizer. Plant Soil 255: 571 - 586.
Sumber : https://www.neliti.com/id/publications/211184/pengaruh-pupuk-hayati-terhadap-pertumbuhan-dan-hasil-padi-sawah-dengan-metode-sr
Komentar
Posting Komentar